China mengalami krisis babi akibat menurunnya jumlah produksi peternak. Penurunan itu dipicu lonjakan biaya pakan yang terjadi sejak Juni 2021 hingga Juli tahun ini. Karena lonjakan itu, petani menjual ternak dan memusnahkan lebih banyak induk babi dari biasanya atau memperlambat produksi dengan tidak mengawinkan betina supaya kerugian tak makin membesar.
Kepala Eksekutif Genesus Inc Kanada Jim Long yang merupakan pemasok babi pembibitan ke China memperkirakan karena langkah itu populasi babi menyusut antara 6 juta dan 8 juta ekor.
“Kita semua perlu mengawasi China; kami mengharapkan peningkatan penjualan karena kekurangan daging babi mereka,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (15/11),
Sementara itu, Kementerian pertanian mengatakan Cina memiliki 44,6 juta induk babi pada September 2021, turun menjadi 41,85 juta pada Maret 2022. Kemudian, meningkat lagi menjadi lebih dari 43 juta pada September 2022.
Meski kenaikan pasokan indukan terjadi, itu semua tak mampu meredam lonjakan harga.
Maklum, daging babi sejauh ini merupakan makanan favorit di China. Di sisi lain, lonjakan harga komoditas tersebut telah mendorong inflasi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Biro statistik mencatat pada Oktober 2022, harga daging babi melonjak 51,8 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara itu, data dari Shanghai JC Intelligence Co Ltd mencatat harga babi hidup JCI-HOG-LUOHER naik sekitar 78 persen dari Juni menjadi 28,50 yuan atau sekitar U$3,98 per kg pada 19 Oktober. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 2021.
Menurut 10 analis industri, petani, dan pemasok pakan dan genetika, harga daging babi diproyeksi akan tetap tinggi pada 2023 mendatang.
Pemerintah menyalahkan para petani yang menahan babi dari penyembelihan untuk menggemukkan karena harga yang lebih tinggi. Sedangkan, analis dan ahli mengatakan telah terjadi pengurangan pasokan yang besar sejak musim dingin lalu.
Sementara itu, Kementerian Pertanian dan Pedesaan berkali-kali mengatakan kapasitas pembibitan sudah mencukupi.
“Penghapusan kapasitas produksi benih mungkin lebih besar dari yang dibayangkan pasar saat ini,” kata Guan Yilin, analis Cofco Futures, dalam sebuah catatan bulan lalu.
Tapi, pelaku industri di negara tersebut mengatakan akan mengimpor daging babi sampai beberapa bulan ke depan supaya masalah itu bisa diatasi.